Setelah cerpen berjudul "Vas Bunga Nadia", cerita pendek berjudul "Senyummu Senyumku" ini adalah cerpen anak saya yang kedua. Cerita pendek ini pernah dimuat di buku antologi berjudul "Ramadhan Istimewa". Selamat membaca 😊
Senyummu Senyumku
“Bunda, Farin ingin cerita sama Bunda,” ucapku sambil
mendekati Bunda yang sedang menumis sayuran.
“Iya, Dik, ada apa?” tanya Bunda.
Aku terdiam beberapa saat. Tiba-tiba, aku merasa
ragu untuk bercerita kepada Bunda. “Hmm … nanti saja Bunda,”
“Ada apa anak sholihah?” Bunda mengusap
lembut kepalaku.
“Nanti saja, Bunda. Sekarang Farin bantu
Bunda dulu.” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Aku belum siap mengutarakan
keinginanku kepada Bunda.
“Baik, kalau begitu,” ucap Bunda
sambil tersenyum.
“Farin bantu membersihkan meja makan
ya, Bun?”
“Makasih banyak ya, Dik.
Barokallahu,” kata Bunda sambil menyerahkan kain lap berwarna biru.
“Sama-sama, Bunda,” jawabku sembari
mengelap meja makan.
Setelah meja makan bersih, Bunda
menghidangkan sayur dan lauk pauk yang baru selesai dimasak. Menu buka puasa
kali ini, nasi, tumis kangkung, tempe goreng, ikan goreng, dan tak ketinggalan
kurma sukari kesukaanku.
“Allahu … Akbar … .”
Azan Maghrib sudah berkumandang. Tiba saatnya waktu berbuka puasa.
“Alhamdulillah, Farel, Farin, bagaimana puasa hari ini?” tanya Ayah sembari
meletakkan gelas di atas meja makan.
“Alhamdulillah, lancar, Yah,” jawab
Kak Farel.
“Alhamdulillah, puasa Farin juga
lancar, Yah,” jawabku.
“Alhamdulillah, semoga Allah Swt. menerima
amal ibadah puasa kita. Aamiin,” doa Ayah.
Setelah minum segelas air putih dan
makan beberapa butir kurma, Ayah dan Kak Farel berangkat ke masjid untuk
menjalankan salat Maghrib berjemaah. Sedangkan aku dan Bunda, salat berjemaah
di rumah. Setelah melaksanakan salat Maghrib, kami sekeluarga makan bersama.
“Farel, Farin, besok pagi ikut Ayah
dan Bunda ke Kampung Genteng Atas, ya! Kita akan menyerahkan bantuan untuk beberapa keluarga yang terkena musibah
banjir di sana. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, barang siapa yang
melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya
satu kesusahan pada hari kiamat,” kata Ayah.
“Iya, Ayah, insyaallah,” jawabku dan
Kak Farel hampir bersamaan.
***
Pukul 06.15 WIB, kami bersiap menuju
Kampung Genteng Atas. Ada tiga mobil yang terparkir di depan rumah. Mobil tersebut akan digunakan untuk membawa
bantuan hasil penggalangan dana di kantor ayah, berupa bahan makanan pokok, air
mineral, tikar, selimut, dan peralatan tulis.
Setelah menempuh perjalanan selama
hampir satu jam, kami pun tiba di Kampung Genteng Atas. Rombongan langsung
menuju Sekolah Dasar Genteng Atas, tempat yang digunakan sebagai penampungan
para pengungsi yang terkena musibah banjir.
Kedatangan kami disambut oleh
beberapa warga perwakilan dari pengungsi Kampung Genteng Atas. Setelah
berbincang sebentar dengan mereka, Ayah mengajak Kak Farel untuk menurunkan
bantuan yang masih ada di mobil. Dengan sigap, kakakku yang duduk di kelas IX
itu, mengangkat kardus, berisi bahan makanan pokok ke tempat pengungsian.
Di saat, Ayah, Kak Farel dan
rombongan menurunkan bantuan, aku bersama Bunda diajak Bu Yani, salah seorang
pengungsi, menuju ke beberapa ruang kelas yang digunakan sebagai tempat
pengungsian. Aku melihat, para pengungsi duduk di lantai dengan beralaskan
tikar. Di antara mereka, banyak juga anak kecil di tempat itu.
“Bu, apa boleh kami ajak
anak-anak bermain bersama?’ tanya Bunda
kepada Bu Yani.
“Iya, Bu, silahkan,” jawab Bu Yani
dengan senyum bahagia.
Setelah mengambil beberapa buku
cerita dan peralatan tulis yang ada di mobil, aku dan Bunda menuju salah satu
beranda kelas. Ada sekitar dua puluh anak yang telah berkumpul. Mereka terlihat
sangat bersemangat menyambut kedatangan kami.
“Assalamualaikum anak-anak,” sapa
Bunda sebelum memulai cerita.
“Waalaikumsalam Bu,” jawab mereka
dengan penuh semangat.
Setelah semua duduk tenang, Bunda
mulai bercerita tentang masa kecil Rasulullah Saw. Aku sangat senang mendengar
cerita Bunda begitu juga dengan anak-anak yang lain.
“Sekarang, anak-anak berbaris yang
rapi, ya!” ajak Bunda setelah selesai bercerita.
“Dik Farin, ayo ! Bantu Bunda membagi
hadiah,” ajak Bunda sambil mengambil bingkisan alat tulis.
“Baik, Bunda,” jawabku penuh
semangat.
Satu per satu, kuberikan bingkisan
yang berisi buku tulis, buku gambar, pensil, penghapus, dan pensil warna.
Mereka tampak sangat bahagia menerima hadiah kecil itu.
“Terima kasih banyak, Kak.” Seorang
anak wanita berusia sembilan tahun-an, sebaya dengan usiaku, tersenyum
memandangku.
“Sama-sama,” jawabku sambil
tersenyum.
***
Alhamdulillah, acara bakti sosial di
Kampung Genteng Atas berjalan dengan lancar. Aku merasa sangat senang bisa
berbagi dengan sesama. Sesampainya di rumah, aku langsung mengambil tabungan
yang kusimpan di kamar.
“Bunda, Farin ingin membantu
teman-teman yang ada di Kampung Genteng Atas,” ucapku sambil menyerahkan seluruh
uang tabunganku kepada Bunda. Uang itu sebenarnya akan kugunakan untuk membeli
tas baru yang sudah lama kuinginkan. Tetapi, pengalaman bersama warga Kampung
Genteng Atas merubah semuanya.
“Masyaallah … barokallahu ya, Dik.”
Bunda memelukku dengan penuh haru.
“Aamiin,” jawabku sambil tersenyum.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW,
bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti
Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa
yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di
dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti
Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong
hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”(HR Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar