Rabu, 01 September 2021

Cerpen Anak : Senyummu Senyumku

Setelah cerpen berjudul "Vas Bunga Nadia", cerita pendek berjudul "Senyummu Senyumku" ini adalah cerpen anak saya yang kedua. Cerita pendek ini pernah dimuat di buku antologi berjudul "Ramadhan Istimewa". Selamat membaca 😊



Senyummu Senyumku

“Bunda, Farin ingin cerita sama Bunda,” ucapku sambil mendekati Bunda yang sedang menumis sayuran.

“Iya, Dik, ada apa?” tanya Bunda.

 Aku terdiam beberapa saat. Tiba-tiba, aku merasa ragu untuk bercerita kepada Bunda. “Hmm … nanti saja Bunda,”

“Ada apa anak sholihah?” Bunda mengusap lembut kepalaku.

“Nanti saja, Bunda. Sekarang Farin bantu Bunda dulu.” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Aku belum siap mengutarakan keinginanku kepada Bunda.

“Baik, kalau begitu,” ucap Bunda sambil tersenyum.

“Farin bantu membersihkan meja makan ya, Bun?”

“Makasih banyak ya, Dik. Barokallahu,” kata Bunda sambil menyerahkan kain lap berwarna biru.

“Sama-sama, Bunda,” jawabku sembari mengelap meja makan.

Setelah meja makan bersih, Bunda menghidangkan sayur dan lauk pauk yang baru selesai dimasak. Menu buka puasa kali ini, nasi, tumis kangkung, tempe goreng, ikan goreng, dan tak ketinggalan kurma sukari kesukaanku.

“Allahu … Akbar … .” Azan Maghrib sudah berkumandang. Tiba saatnya waktu berbuka puasa.

“Alhamdulillah, Farel, Farin, bagaimana  puasa hari ini?” tanya Ayah sembari meletakkan gelas di atas meja makan.

“Alhamdulillah, lancar, Yah,” jawab Kak Farel.

“Alhamdulillah, puasa Farin juga lancar, Yah,” jawabku.

“Alhamdulillah, semoga Allah Swt. menerima amal ibadah puasa kita. Aamiin,” doa Ayah.

Setelah minum segelas air putih dan makan beberapa butir kurma, Ayah dan Kak Farel berangkat ke masjid untuk menjalankan salat Maghrib berjemaah. Sedangkan aku dan Bunda, salat berjemaah di rumah. Setelah melaksanakan salat Maghrib, kami sekeluarga makan bersama.

“Farel, Farin, besok pagi ikut Ayah dan Bunda ke Kampung Genteng Atas, ya! Kita akan menyerahkan bantuan  untuk beberapa keluarga yang terkena musibah banjir di sana. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat,” kata Ayah.

“Iya, Ayah, insyaallah,” jawabku dan Kak Farel hampir bersamaan.

***

Pukul 06.15 WIB, kami bersiap menuju Kampung Genteng Atas. Ada tiga mobil yang  terparkir di depan rumah.  Mobil tersebut akan digunakan untuk membawa bantuan hasil penggalangan dana di kantor ayah, berupa bahan makanan pokok, air mineral, tikar, selimut, dan peralatan tulis.

Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam, kami pun tiba di Kampung Genteng Atas. Rombongan langsung menuju Sekolah Dasar Genteng Atas, tempat yang digunakan sebagai penampungan para pengungsi yang terkena musibah banjir.

Kedatangan kami disambut oleh beberapa warga perwakilan dari pengungsi Kampung Genteng Atas. Setelah berbincang sebentar dengan mereka, Ayah mengajak Kak Farel untuk menurunkan bantuan yang masih ada di mobil. Dengan sigap, kakakku yang duduk di kelas IX itu, mengangkat kardus, berisi bahan makanan pokok ke tempat pengungsian.

Di saat, Ayah, Kak Farel dan rombongan menurunkan bantuan, aku bersama Bunda diajak Bu Yani, salah seorang pengungsi, menuju ke beberapa ruang  kelas yang digunakan sebagai tempat pengungsian. Aku melihat, para pengungsi duduk di lantai dengan beralaskan tikar. Di antara mereka, banyak juga anak kecil di tempat itu.

“Bu, apa boleh kami ajak anak-anak  bermain bersama?’ tanya Bunda kepada Bu Yani.

“Iya, Bu, silahkan,” jawab Bu Yani dengan senyum bahagia.

Setelah mengambil beberapa buku cerita dan peralatan tulis yang ada di mobil, aku dan Bunda menuju salah satu beranda kelas. Ada sekitar dua puluh anak yang telah berkumpul. Mereka terlihat sangat bersemangat menyambut kedatangan kami.

“Assalamualaikum anak-anak,” sapa Bunda sebelum memulai cerita.

“Waalaikumsalam Bu,” jawab mereka dengan penuh semangat.

Setelah semua duduk tenang, Bunda mulai bercerita tentang masa kecil Rasulullah Saw. Aku sangat senang mendengar cerita Bunda begitu juga dengan anak-anak yang lain.

“Sekarang, anak-anak berbaris yang rapi, ya!” ajak Bunda setelah selesai bercerita.

“Dik Farin, ayo ! Bantu Bunda membagi hadiah,” ajak Bunda sambil mengambil bingkisan alat tulis.

“Baik, Bunda,” jawabku penuh semangat.

Satu per satu, kuberikan bingkisan yang berisi buku tulis, buku gambar, pensil, penghapus, dan pensil warna. Mereka tampak sangat bahagia menerima hadiah kecil itu.

“Terima kasih banyak, Kak.” Seorang anak wanita berusia sembilan tahun-an, sebaya dengan usiaku, tersenyum memandangku.

“Sama-sama,” jawabku sambil tersenyum.

***

Alhamdulillah, acara bakti sosial di Kampung Genteng Atas berjalan dengan lancar. Aku merasa sangat senang bisa berbagi dengan sesama. Sesampainya di rumah, aku langsung mengambil tabungan yang kusimpan di kamar.

“Bunda, Farin ingin membantu teman-teman yang ada di Kampung Genteng Atas,” ucapku sambil menyerahkan seluruh uang tabunganku kepada Bunda. Uang itu sebenarnya akan kugunakan untuk membeli tas baru yang sudah lama kuinginkan. Tetapi, pengalaman bersama warga Kampung Genteng Atas merubah semuanya.

“Masyaallah … barokallahu ya, Dik.” Bunda memelukku dengan penuh haru.

“Aamiin,” jawabku sambil tersenyum.

 

Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”(HR Muslim).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar